Urgensi Ilmu dan Perintah Mencarinya (Seri 2)

Featured MBS Pleret

Segala puji bagi Allah yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. kita memuji-Nya sebagai dzat yang maha suci sebagai mana pujian orang-orang yang bersyukur. Kita mengagungkan-Nya karena Dialah yang berhak untuk itu (untuk dipuji). Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada yang telah mengajarkan kebaikan pada manusia yang diutus oleh Allah sebagai rahmat untuk seluruh alam untuk memberikan petunjuk kepada kebenaran dan jalan yang lurus.

Para pembaca yang dirahmati Allah, pada edisi sebelumnya (link seri 1), telah dipaparkan tentang keutamaan ilmu dan perintah mencarinya sebagaimana yang bersumber dari al Quranul kariim. Pada edisi urgensi ilmu kali ini, akan dipaparkan tentang pentingnya mencari ilmu sebagaimana perintah itu bersumber dari sunnah Rasulullah saw.

Ilmu adalah cahaya dan pelita manusia di atas persada bumi. Tanpa ilmu, manusia tidak akan mampu membentuk paradabannya. Banyak hadits dan atsar yang bersumber dari Rasulullah saw tentang urgensi dan perintah mencari ilmu. Kitab-kitab petujuk nabawi berisi ratusan hadits-hadits yang memuat anjuran rasulullah saw untuk menuntut ilmu dan mengajurkan untuk mendapatkannya, menjelaskan kedudukan ulama dan kemulian mereka, serta hal-hal yang seharusnya mereka, serta hal-hal yang seharusnya mereka kenakan sebagai akhlak dan berantusias untuk merainya.

Misalnya, dalam kitab shohihu i-bukhori terdapat lebih dari seratus hadits tentang ilmu, menuntut ilmu, dan anjuran untuk mendapatkanya. Dalam kitab shohinya, imam bukhori mengkhususkan pembahasan ilmu dan bab khusus dan meletakannya setelah bab iman dengan memberinya judul kitabu i-ilmi. Ia membaginya dalam beberapa bab yang mencangkup keutamaan ilmu, safar untuk menuntut ilmu dan menulisnya, menghafalnya, memahaminya, menghormati ulama, sifat malu dalam berilmu dan lain sebagainya.

Juga, dalam kitab-kitab sunah yang lain terhadap sejumlah hadits marfu’ dan atsar yang mauquf dari para sahabat dan tabi’in. semuanya menunjukan kedudukan agung yang dimiliki para ulama dan kedudukan tinggi yang Allah siapkan bagi penuntut ilmu. Kami akan memaparkan secara singkat hadits-hadits tersebut :

  1. Dari mu’awiyah, ia berkata,”aku mendengar rasulullah saw bersabda :

مَن يُرِدِ اللَّهُ به خَيْرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ

“Barang siapa Allah kehendaki untuk baik, niscaya dia memahamkannya agama.”

Maka, paham terhadap urusan agama temasuk kebaikan terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hambanya.

  1. Dari abu musa al-asy’ary dari nabi saw, beliau bersabda :

مَثَلُ ما بَعَثَنِي اللَّهُ به مِنَ الهُدى والعِلْمِ، كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيرِ أصابَ أرْضًا، فَكانَ مِنْها نَقِيَّةٌ، قَبِلَتِ الماءَ، فأنْبَتَتِ الكَلَأَ والعُشْبَ الكَثِيرَ، وكانَتْ مِنْها أجادِبُ، أمْسَكَتِ الماءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بها النّاسَ، فَشَرِبُوا وسَقَوْا وزَرَعُوا، وأَصابَتْ مِنْها طائِفَةً أُخْرى، إنَّما هي قِيعانٌ لا تُمْسِكُ ماءً ولا تُنْبِتُ كَلَأً، فَذلكَ مَثَلُ مَن فَقُهَ في دِينِ اللَّهِ، ونَفَعَهُ ما بَعَثَنِي اللَّهُ به فَعَلِمَ وعَلَّمَ، ومَثَلُ مَن لَمْ يَرْفَعْ بذلكَ رَأْسًا، ولَمْ يَقْبَلْ هُدى اللَّهِ الذي أُرْسِلْتُ بهِ

“perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku diutus oleh Allah denganya adalah seperti hujan deras yang mengenai tanah. Itu ada yang subur yang akan menyerab air dan menumbuhkan rerumputan yang sangat banyak. Ada juga tanah yang keras (tidak subur) yang bisa menampung air, lalu Allah menjadikanya bermanfaat bagi manusia sehingga mereka bisa meminum, menyiram tanaman dan bercocok tanam. Ada pula kelompok lain yang seperti tanah tandus yang tidak bisa menampung air dan tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Itulah perumpamaan orang yang mempelajari agama Allah, dimana petunjuk yang aku bawa akan bermanfaat baginya, lalu ia berilmu dan mengajarkanya. Juga, perumpamaan orang yang tidak pernah mengangkat kepalanya untuk itu serta orang yang tidak mau menerima petujuk Allah yang aku bawa.”

Didalam hadits ini mengandung bimbingan nabi untuk berusaha mencari ilmu dan belajar. Hal itu seperti perumpamaan yang disampaikan oleh nabi saw terhadap agam yang beliau bawa dengan hujan deras yang datang kepada manusia disaat mereka sangat membutuhkannya. Kemudian, beliau menyerupakan orang-orang mendengar apa yang beliau bawa dengan tanah yang beraneka ragam yang tertimpa air hujan.

Diantara mereka ada yang berilmu, mengamalkan danb mengajarkannya. Orang ini ibarat tanah subur yang menyerab air hujan dan memanfaatkanya untuk dirinya, lalu menumbuhkan tumbuhan dan memberikan manfaat kepada yang lain.

Diantara mereka ada yang senang mengumpulkan ilmu dan menghabiskan waktunya untuk itu, tetapi iya tidak mengamalkannya atau tidak memahami apa yang telah ia kumpulkan. Meski begitu, ia mau mengajarkanya kepada orang lain. Orang itu ibarat tanah keras, yaitu tanah yang hanya bisa menampung air dan manusia bisa mengambil manfaat darinya.

Dan, diantara mereka ada yang mendengar ilmu,tetapi tidak menjaganya, tidak mengamalkannya, dan tidak mengajarkannya kepada orang lain. Orang itu ibarat tanah berkapur. Yaitu tanah gersang yang tidak bisa menyerap air dan tidak menumbuhkan rerumputan.

Dua kelompok pertama dikumpulkan dalam kategori terpuji karena sama-sama bisa memanfaatkan ilmu, meskipun tingkatanya berbeda. Sedangkan, kelompok yang ketiga tercela karena tidak memanfaatkan ilmu.

Tidak diragukan lagi bahwa sangat berbeda antara orang yang menempuh jalan ilmu lalu mengambil manfaat darinya dan orang-orang pun dapat mengambil manfaat darinya dan antara orang yang puas dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapan, sehingga ia tidak mendapatkan sedikit pun bagian dari warisan para nabi (ilmu syar’i).

  1. Dari abu darda’ ra, ia berkata, “aku mendengar rasulullah saw bersabda :

مَن سلَك طريقًا يطلُبُ فيه عِلمًا سلَك اللهُ به طريقًا مِن طُرقِ الجنَّةِ والملائكةُ تضَعُ أجنحتَها رضًا لطالبِ العِلمِ وإنَّ العالِمَ يستغفِرُ له مَن في السَّمواتِ ومَن في الأرضِ والحِيتانُ في الماءِ وفَضْلُ العالِمِ على العابِدِ كفضلِ القمرِ ليلةَ البدرِ على سائرِ الكواكبِ إنَّ العلماءَ ورَثةُ الأنبياءِ إنَّ الأنبياءَ لَمْ يُورِثوا دينارًا ولا دِرهمًا وأورَثوا العِلْمَ فمَن أخَذه أخَذ بحظٍّ وافرٍ

“Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan bukakan baginya salah satu jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar akan dimintakan ampun oleh semua penduduk langit dan bumi, bahwa ikan hiu yang ada didasar air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi itu tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Maka, barang siapa yang mengambilnya, berarti ia telah mengambil jatah yang cukup banyak.

Didalam hadits ini dijelaskan penghormatan besar yang diperoleh para penuntut ilmu. Para malaikat meletakan sayap-sayapnya kepada penuntut ilmu dengan rendah diri dan rasa hormat. Begitu juga, para mahluk Allah yang berada dilangit, bumi dan lautan yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah. Semuanya akan memintakan ampun dan berdoa untuk penuntut ilmu. Cukuplah seorang penuntut itu merasa bangga bahwa ia sedang berjalan untuk mendapatkan warisan para nabi dan meninggalkan ahlu dunia dengan kesibukan dunia mereka, berkumpul dengan para gadisnya, sibuk dengan harta kekayaan, dan saling berlomba untuk mendapatkannya.

  1. Dari abdulloh bin mas’ud ra, ia berkata “aku mendengar rasulullah saw bersabda :

نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ منّا شَيْئًا فبلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ، فرُبَّ مُبَلَّغٍ أوْعى مِنْ سَامِعٍ

“Semoga Allah membuat berseri-seri wajah orang yang mendengarkan sesuatu dari kami, lalu menyampaikanya sebagaimana ia mendengarnya. Berapa banyak orang yang menerima seruan itu bisa lebih paham dari pada yang mendengar (langsung).

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan keutamaan agung bagi penuntut ilmu. Yaitu, rasulullah saw mendo’akannya agar mendapatkan keelokan wajah dan kewibawaan atas apa yang ia lakukan berupa mempelajari ilmu, menghafal hadits, mengajarkan dan meriwayatkannya. Ia akan mendapatkan pahala karena menyampaikannya, meski ada beberapa makna yang tidak ia ketahui ketika meriwayatkan hadits. Sebab, ia berusaha menghafal dan menyampaikannya dengan tulus.

Ibnu qoyyim berkata, “an-nudhroh adalah kecantikan dan keelokan yang menghiasi wajah karena pengaruh iman, batin yang bergembira, kebahagia hati, serta keceriannya.”

  1. Dari abu Hurairah ra dari nabi saw , beliau bersabda :

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلّا مِن ثَلاثَةٍ: إِلّا مِن صَدَقَةٍ جارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صالِحٍ يَدْعُو له

“Apabila anak keturunan adam mati, maka akan terputus amalnya, kecuali tiga hal; shodaq jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang mendo’akannya (orang tua).”

Alangkah besar kebaikan dan pahala yang akan mengalir bak hujan deras yang tidak akan pernah berhenti selama ilmu orang alim ini diajarkan oleh murid-muridnya dari generasi ke generasi. Begitu juga, buku-buku dan karya-karyanya yang bermanfaat bagi manusia diberbagai penjuru negeri.

Demikianlah, pahala seorang alim akan terus berlanjut setelah kematiannya disebabkan ilmu yang ia tinggalkan kepada manusia dan mereka manfaatkannya. (Ust Samsul Bahri, S.Pd.I)

 

Sumber;

al Qur’anul Karim

Âdâbu Thôlibi ‘l-‘Ilmi karya Dr. Anas Ahmad Karzun

Tips Belajar Para Ulama karya Salafuddin Abu Sayyid Jabir al-Bassam

Bagikan :