Ucapan selamat datang menyambut kedatangan para pejuang ilmu. Mereka rela meninggalkan rumah, orang tua, keluarga, dan kampung halamannya. Pengorbanan yang besar sebenarnya, bagi seorang anak yang baru lulus Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama, lalu memilih untuk tinggal di pesantren.
Ketika langkah menapak asrama, pikiran kosong diiringi kepergian orang tua. “Sekarang apa?” tanyanya dalam hati sambil menatap langit-langit kamar. Banyak hal yang mungkin tertinggal, menyisakan ruang kosong untuk diisi. Oleh karena itu, masa awal adalah penentuan apakah ruang kosong itu akan terisi atau tidak.
Hari-hari selanjutnya adalah agenda perkenalan dan orientasi. Beberapa cepat saja menyesuaikan, beberapa yang lain mungkin tertatih-tatih. Beberapa mulai memandang masa depan, beberapa masih berdiri di tempat dan terikat masa lalu. Satu hal yang pasti, mereka sekarang telah menjalani hari-hari baru sebagai santri.
Entah dalam hitungan hari, bulan, atau tahun, masalah pasti akan datang. Umumnya masalah muncul karena adanya kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Beberapa santri melaluinya dengan baik dan bahkan dapat meraih prestasi, beberapa lainnya merespon dengan melakukan pelanggaran, atau memutuskan untuk keluar.
Kiranya bagi santri baru, keluar bukanlah pertimbangan yang begitu berat. Maka wajar kalau ada yang keluar di awal-awal tahun pertama. Berbeda dengan santri yang sudah sampai di tahun kedua dan seterusnya, ketika keluar jadi opsi, tapi setengah jalan atau lebih sudah terlewati. Keadaan yang dilematis itu dapat memunculkan pikiran dan tindakan yang tidak tepat.
Yang Maha Baik
Saat pikiran tentang berhenti dan keluar itu mulai datang, coba sejenak merenungi bagaimana proses diri bisa sampai di titik sekarang. Bahwa apa yang telah terjadi tidaklah sesederhana apa yang manusia kehendaki dan apa yang bisa manusia wujudkan. Apa yang menjadi kehendak manusia, di atasnya masih ada yang Maha Menghendaki, yaitu Allah.
Islam mengajarkan kita konsep takdir, yaitu apa yang terjadi di semesta tidak pernah lepas dari ketetapan Allah. Jika Allah menetapkan seorang anak untuk masuk ke pesantren maka pasti ia akan masuk pesantren. Begitu pula sebaliknya, jika Allah tidak menetapkan maka tidak akan terwujud.
Kuasa Allah itu mutlak, tapi Allah juga memberi kuasa pada manusia sesuai dengan kadarnya. Artinya, seorang muslim tidak secara mutlak menganggap dirinya berkuasa, juga tidak menganggap dirinya mutlak tidak memiliki daya dan upaya. Demikian juga dalam al-Quran, Allah perintahkan manusia untuk berusaha dalam mencapai banyak hal.
Kemudian, yang menarik adalah pernyataan Rasul ﷺ bahwa hakikat takdir adalah pasti terbaik bagi hambanya. Namun, Rasul ﷺ juga memerintahkan untuk beriman pada takdir baik dan buruk. Menurut para ulama, takdir baik dan buruk itu ada pada sisi manusia. Artinya, Allah tidak pernah menciptakan dan menakdirkan keburukan.
Kisah masyhur Nabi Yusuf setidaknya membuktikan betapa Allah itu Maha Baik. Sebagai manusia, wajar jika proses hidup Nabi Yusuf dari dilempar ke sumur hingga dipenjara, dinilai sebagai takdir yang buruk. Namun, di akhir kisah Allah tetapkan Nabi Yusuf menjadi seorang menteri yang memiliki kuasa, dan dipertemukan kembali dengan keluarganya.
Yang Terbaik
Manusia lebih banyak tidak tahu tentang apa yang ada di sisi Allah, termasuk perkara takdir. Juga karena takdir itu meliputi masa depan, maka manusia hanya bisa mengetahui apa yang ada saat ini dan yang lalu. Allah hanya memerintahkan manusia untuk beramal, karena apa yang ditakdirkan baginya pasti dimudahkan jalannya.
Maka meyakini bahwa takdir Allah itu selalu baik adalah pilihan terbaik. Bagi seorang santri, keyakinan di atas akan membuahkan pandangan bahwa semua kenyataan yang dihadapinya saat ini adalah yang terbaik. Dengan pandangan terbaik itu, seorang santri akan melakukan tindakan terbaik.
Pada praktik paling sederhana, seorang santri harus meyakini bahwa pesantrennya saat ini adalah yang terbaik baginya. Bukan karena prestasi atau fasilitas pesantren, tapi karena keyakinan atas takdir Allah, utamanya. Oleh karena itu, tugas santri adalah memenuhi kewajiban terbaik di tempat terbaiknya, yaitu belajar dengan semangat dan usaha terbaik.
Seorang santri juga harus meyakini, bahwa saat ini ia dibimbing oleh orang-orang terbaik. Utamanya bukan karena gelar yang dimiliki atau karyanya tetapi karena memang Allah yang menakdirkan. Oleh karena itu, tugas santri adalah menampakkan adab terbaik kepada mereka, terlebih adab menjadi prasyarat keberkahan ilmu.
Akhirnya, semoga keyakinan terbaik terhadap takdir Allah, dapat membawa kita pada prasangka dan ikhtiar terbaik yang akan membuahkan hasil terbaik. (Ustadz Ariel Amarta Dzikrillah)